PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan sumber daya alam, tidak terhitung kekayaan yang terdapat di indonesia ini
mulai dari ujung barat sabang sampai ujung timur merauke. Kekayaan itu sampai
sekarang belum di maksimalkan oleh sumber daya manusia yang ada termasuk dalam
dunia perikanan. Tidak dapat di pungkiri bahwa indonesia merupakan negara yang
kaya akan wilayah perairan daripada wilayah daratan, tetapi kenyataan sekarang
adalah indonesia belum bisa memanfaatkan semua sumber daya yang ada tersebut.
Permintaan dan kebutuhan ikan sekarang
ini terus meningkat yang di iringi dengan kesadaran akan pola hidup sehat dan
usaha untuk memenuhi kebutuhan protein untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara itu ketersediaan ikan semakin lama
semakin menurun dikarenakan masyarakat hanya berusaha menangkap tanpa berfikir
untuk membudidayakan .Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis akan
mengulas tentang budidaya ikan sidat agar nantinya ikan sidat ini tidak akan
tergerus masa dan hanya tinggal sejarah.
Ikan sidat merupakan ikan asli indonesia
yang terutama daerah penyebaran di samudra indonesia. Ikan sidat mempunyai
siklus hidup reproduksi yang unik dan rumit, di mana ikan sidat dewasa yang
telah matang gonad akan bermigrasi ke laut dan berpijah di kedalaman laut lebih
dari 300m. Setelah telur menetas, larva sidat (leptocephalus) yang berbentuk
seperti pita transparan, akan terbawa oleh arus laut dan kembali ke perairan
pantai. Sebelum memasuki perairan pantai, larva akan bermetamorfosa menjadi
glass eel dan siap tumbuh dan berkembang di sungai. Maka dari daur ulang yang
rumit itu yang jelas pada fase tumbuh dan berkembang ikan ini di sungai atau
air tawar maka membuat ikan sidat ini membuat suatu peluang usaha yang
berpotensi menghasilkan rupiah dan dapat memenuhi kebutuhan akan permintaan
yang ada sekarang.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
Morfologi Ikan Sidat?
2. Bagaimanakah
Anatomi Ikan Sidat?
1.3
Rumusan
Masalah
1. Untuk
mengetahui morfologi ikan sidat
2. Untuk
mengetahui anatomi ikan sidat
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Habitat
dan Siklus Ikan Sidat (Anguilla Bicolor)
Sidat
termasuk ikan katadromus, yaitu ikan yang dewasa berada di hulu sungai atau
danau, tetapi bila sudah matang gonad akan beruaya dan memijah disana. Memijah
di kedalaman laut hingga lebih dari 6.000 m, telur-telur naik ke permukaan dan
menetas menjadi larva. Larva sidat yang terbawa arus, bermetamorfosa menjadi
leptocephalus (berbentuk seperti daun), dan terus mengarungi samudera menuju
kepantai/perairan tawar.
Setelah
mencapai pantai dalam kurun waktu satu hingga tiga tahun, sudah berupa glass
eel dengan tubuh transparan hingga terlihat insang (berwarna merah terang) dan
hatinya. Di Pelabuhan Ratu, glass eel mencapaimuara sungai dengan ukuran 45-60
mm (0,15–0,2 g), sedang di Eropa mencapai ukuran 75-90 mm. Mencapai pantai,
glass eel memasuki muara sungai dan terus naik dan hidup di hulu-hulu sungai,
danau, dan rawa, atau tinggal di perairan rawa pasut atau perairan payau[1].
2.2
Makanan
Ikan Sidat (Anguilla Bicolor)
Sidat bersifat omnivora sewaktu kecil
dan karnivora saat dewasa. Sebagai karnivora,sidat memakan ikan dan binatang
air yang berukuran lebih kecil dari bukaanmulutnya. Sidat juga bisa memakan
sesamanya (kanibal).
Saat masih kecil, sidat bersifat
omnivora, memakan organisme-organisme invertebrata. Sidat bisa memakan
hewan-hewan kecil seperti anak kepiting, anak-anak ikan, cacing kecil, anak
kerang atau siput dan tanaman air yang masih lembut. Teknologi budidaya yang
cukup berperan penting dalam menunjang berkembangnya budidaya ikan ini antara
lain adalah bahwa ikan ini sudah mau memakan pelet, dari yang sebelumnya
sebagai pakan buatannya adalah dalam bentuk pasta. Pakan pasta cukup merepotkan
dalam budidaya sidat; selain penyiapannya memakan energi, juga air media
budidaya menjadi cepat kotor[2].
2.3
Klasifikasi
ikan sidat (Anguilla Bicolor)
Menurut
Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei
Ordo : Anguilliformes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp.ies : Anguilla bicolor
Sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan
konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting baik untuk pasar lokal maupun
luar negeri. Permintaan pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai 500.000
ton per tahun terutama dari Jepang dan Korea, pemasok utama sidat adalah China
dan Taiwan (Anonim, 2006). Sidat yang dikenal dengan ’unagi’ di Jepang sangat
mahal harganya karena memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang
tinggi sebesar 4700IU[3].
2.4
Morfologi
ikan sidat (Anguilla Bicolor)
Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang,
sekilas mirip dengan belut yang biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu
karakter/bagian tubuh sidat yang membedakannya dari belut adalah keberadaan
sirip dada yang relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga
mirip seperti daun telinga sehingga dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk
tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara
celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan.
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi
tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip
punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat
kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis
ikan sidat dapat dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal
(sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi
pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
2.5
Anatomi
ikan sidat (Anguilla Bicolor)
Sistem jaringan otot: Maskoki dapat
berenang dengan bantuan sistem jaringan otot. Kerangka Maskoki dapat
diklasifikasikan ke dalam dua tipe: kerangka utama dan kerangka pendukung.
Dikendalikan oleh sistem saraf, jaringan otot melekat dengan kerangka (tulang)
dan membuat kontraksi dan aktivitas otot sehingga Maskoki dapat bergerak dan
berenang.
Sistem
pencernaan.
Makanan akan diubah menjadi nutrisi oleh
sistem pencernaan dan penyerapan. Sedangkan makanan yang sudah dicerna akan
dibuang menjadi feses. Sistem pencernaan Maskoki terdiri dari mulut, faring dan
laring, gigi faring, usus, kantung empedu, liver, pankreas dan anus. Maskoki
tidak bisa menelan makanan besar langsung ke dalam sistem pencernaan ini, sebab
mulut Maskoki kecil; tidak ada gigi di rahang, mulut menjorok ke depan, dan
dinding sistem pencernaan dalam itu halus. Otot yang tebal terdapat di atas
bibir, yang dapat merenggang dengan leluasa, membantu mendorong makanan di
dalam mulut ke dalam dan atau mengeluarkannya dari dalam mulut. Di samping
mulut terdapat faring dan laring, dan di bawahnya ada gigi faring yang akan
mengunyah makanan. Setelah sampai di organ-organ ini, makanan menuju
kerongkongan dan saluran usus. Saluran usus dibagi menjadi tiga bagian: usus
depan, usus tengah dan usus belakang. Tidak ada lambung di dalam sistem
pencernaan ini. Maskoki yang kelebihan makan akan membuat usus depan
menggembung; sehingga perut depan Maskoki akan tampak buncit; dan ini tidak
baik bagi kesehatan Maskoki. Sangat disarankan agar Maskoki tidak mengonsumsi
banyak pakan dalam satu kesempatan. Berikanlah pakan kepada Maskoki dalam
jumlah sedikit namun sering.
Sistem pernafasan: Sistem pernafasan
membantu Maskoki untuk menghirup oksigen dan membuang karbondioksida. Dalam
sistem ini, insang adalah organ yang memegang pernanan paling penting. Organ
insang terdapat di rongga insang di bawah opercula. Di setiap opercula terdapat
empat lengkung insang pada dua insang lamella. Insang filamen yang penuh dengan
pembuluh darah kapiler terdapat pada insang lamella. Ketika mulut dan opercula bergerak
dengan harmonis, maka oksigen yang terlarut dalam air akan dibawa ke pembuluh
darah kapiler, air akan keluar melwati insang, sedangkan karbondioksida dalam
darah dilepaskan ke air.
[1]
Nelson, J.S. 1994. Fishes Of The World,
3rd editions. John Wiley & Sons, Inc., New York, xv+600 pp.
[2]
Arisman, dkk. 1982. Perikanan Darat,
Angkasa, Bandung.
[3]
Pratiwi, E. 1998. Mengenal Lebih Dekat
Tentang Perikanan Sidat (Anguilla spp.). Warta Penelitian Perikanan
Indonesia Vol. 4(4): 8-12.
0 komentar:
Post a Comment