Cerita Angling Darma Asli -- Asal usul sejarah kisah cerita Angling Darma berawal dari kerajaan Malawapati. Malawapati adalah sebuah kerajaan, dimana rajanya adalah Prabu Anglingdarma, seorang raja yang arif bijaksana, negerinya makmur, aman dan sentausa. Rakyat negerinya sangat mencintai rajanya. Lagi pula,Prabu Anglindarma masih jejaka, sehingga banyak para gadis jatuh cinta. Namun diantara para gadis yang jatuh cinta pada prabu Anglingdarma, belum ada satupun gadis yang bisa menyenangkan hati Prabu Anglingdarma.
Sejarah Raja Angling Darma dimulai pada suatu hari raja pergi berburu di hutan larangan. Prabu Anglingdarma disertai beberapa pasukannya telah tiba di hutan. Anglingdarma melihat ada seekor kijang mendekatinya, Anglingdarma segera memanahnya, saying panahnya meleset, tidak kena. Kijang itu betul-betul menggoda, setiap kali mau dipanah, lari. kalau Prabu Anglingdarma tidak dalam posisi memanah, kijang itupun berani mendekati. Kijang itu meng goda hati Prabu Anglingdarma. Akhirnya Prabu Anglingdarma mencoba menangkap kijang itu dengan kedua tangannya.
Kijang itu mendekat kemudian menjauh, mendekat lagi kemudian akhirnya sampailah Prabu Anglingdarma tiba di Pertapaan gunung Semeru. Rupanya kijang itu berusaha mengajak Prabu Anglingdarma pergi ke pertapaan tesebut, tempat tinggal Begawan Maniksutera. Prabu Anglingdarma melihat seorang gadis cantik, di kelilingi beberapa ekor kijang. Raja terpesona melihat kecantikannya. Ingin juga ia berkenalan. Iapun menemui Begawan Maniksutera di dalam pertapaanya. Begawan Maniksutera senang sekali kalau di pertapaamya ada yang mau berkunjung. Puteri pertapa, puteri Begawan Maniksutera, bernama Dewi Setyawati menyuguhkan segelas minuman hangat dan beberapa potong kue serta buah buahan hutan. Raja minta berkenalan, dengan Dewi Setyawati. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Prabu Angling darma dan Dewi Setyawati saling jatuh hati. Cinta Prabu Anglingdarma, tidak bertepuk sebelah tangan, Cinta Prabu Anglingdarma diterima dengan sepenuh jiwa. Prabu Anglingdarma melamar Dewi Setyawati menjadi isterinya, sekaligus menjadi Permaisuri Prabu Anglingdarma. Dewi Setyawati adalah puteri kedua setelah Batikmadrim. Sesuai pesan Batikmadrim, kalau adiknya, mau menikah, calon suaminya, harus bisa mengalahkan Batikmadrim. Prabu Angling darma menerima syarat yang diberikan Batikmadrim. Prabu Anglingdarma dan Batikmadrim, kini sudah beradu kesaktian, Semula kepandaian dan kekuatan yang mereka miliki suda dikeluarkan. Namun setelah mengetahui titik lemah pertahanan Batikmadrim, dapat juga ditaklukkan oleh Prabu Anglimgdarma.
Pernikahan Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati pun berlangsung. Setelah selesai pernikahan, Prabu Anglingdarma, memboyong Dewi Setyawati ke Malawa pati. Batikmadrim diminta serta oleh Prabu Anglingdarma, untuk menjadi patih Kerajaan Malawapati. Prabu Anglingdarma dan permai surinya sangat bahagia, Mereka memadu kasih penuh rasa cinta. Begawan Maniksutera sangat berbahagia, melihat kedua anaknya, berhasil menjadi keluarga yang bahagia, dengan suami, pilihan hati puterinya sendiri.
Setelah beberapa waktu berbulan madu dengan permaisuri Dewi Setyawati. Prabu Anglingdarma pergi berburu lagi. Rupanya berburu ini menjadi kegemaran Prabu Anglingdarma sejak masih kecil. Dengan dikawal oleh beberapa perajurit gemblengan dan pilihan, Prabu Anglingdarma meminta juga Patih Batikmadrim mengantarkan nya ke Taman Sri Bagindo, sebuah taman perburuan yang diperuntukkan hanya untuk raja dan keluarga raja. Prabu Anghlingdarma yang sedang mencari buruannya, mendadak dikagetkan dengan kehadiran seekor ular naga betina, yang kelihatannya Nagagini isteri Nagapratala sedang memadu kasih dengan seekor ular tampar. Nagapratala adalah sahabat Prabu Anglingdarma. Melihat kelakuan istri sahabatnya yang melanggar susila, maka Prabu Anglingdarma memanah Ular tampar, namun panahnya juga menyerempet ekor Nagagini. Menjadikan Nagagini terkejut dan mengaduh kesakitan. Merasa di aniaya oleh Anglingdarma, Nagagini melapor kejadian itu pada suaminya, Nagapratala. Tentu ceritanya telah diubah sedemikian rupa oleh Nagagini. Nagagini melapor kalau dirinya diperkosa dan di ancam dengan senjata pusakanya, oleh Anglingdarma. Sehingga ekornya menjadi hampir putus terkena pusaka Prabu Anglingdarma. Mendengar kata kata itu, Nagapratala terbang menuju Malawa pati. Di Malaw apati penjagaan begitu ketat. Nagaratala ke heranan, mengapa ini terjadi, kalau begitu kata Nagagini mungkin ada benarnya. Tetapi mata batinnya mengatakan kalau sahabatnya, Anglingdarma tidak mungkin melakukan perbuatan seperti yang di tuduhkan istrinya. Walau dijaga sampai rangkap berapapun banyaknya penjaga, Nagapratala dengan mudah memasuki kamar tidur Prabu Angling darma tanpa diketahui oleh siapapun. Nagapratala mendengar Anglingdarma dan permaisurinya, Setyawati sedang bertukar pikir, mengenai kejadian pada pagi hari. Prabu Angling darma mengatakan, apakah kelakuan istri Nagaparatala, tadi siang yang baru dialami nya. Karena Nagagini pasti akan memutar balik kan kejadian yang sebenarnya. Namun tadi kalau Nagagini itu dibiarkan saja, berselingkuh dengan ular tampar, kita tidak akan ada masalah. Namun kasihankan, kakang Nagapratala, tidak mengetahui kelakuan istri yang sebenarnya. Perbuatan Nagagini sudah mengkhianati Kakang Nagapratala. Berani beraninya berselingkuh dengan ular tampar. Ular tampar berhasil kupanah, namun panahnya juga mengenai ekornya, pasti akan membikin marah kakang Nagapratala. Nagapratala yang mendengarkan dengan hati hati, jelas sudah istrinya yang bersalah. Nagapratala pun keluar dari kamar Prabu Anglingdarma. Diluar istana, Nagapratala memangil manggil Prabu Anglingdarma, agar keluar. Prabu Angling darma agak gugup memenuhi panggilan Nagapratala. Sedangkan Dewi Setyawati merasa cemas dan was was. Nagapratala mempersilakan Prabu Anglingdarma menaiki punggungnya. Pergilah mereka berdua kesuatu tempat dimana Prabu Anglingdarma merasa asing, Prabu Anglingdarma tidak mengenal tempat itu. Nagapratala bicara dengan Anglingdarma, sahabatnya, kalau ia berniat untuk menurun kan Aji Gineng yang dimiliki selama hidupnya, kepada Prabu Anglingdarma. Setelah itu ia akan moksa. Prabu Anglingdarma tidak mau menerima Aji Gineng, kalau setelah itu kalau Nagapratala mati. Nagapratala merasa sudah saatnya harus meninggalkan dunia ini. Prabu Anglingdarmajuga juga tidak mau menerima, kalau masalah dengan Nagagini belum dapat di selesaikan. Prabu Anglingdarma siap dihukum karena melukai ekor Nagagini. Nagapratala, lebih percaya pada Anglingdarma, karena tadi sudah mendengar pembicaraan Anglingdarma dengan isterinya, Setyawati dikamar tidurnya.
Nagapratala akhirnya menyalurkan, Aji Gineng pada Prabu Anglingdarma. Setelah Aji Gineng masuk dalam tubuh Prabu Anglingdarma, Nagapratala, berpesan agar Aji Gineng yaitu, aji yang mempunyai kesaktian dapat mengetahui semua bahasa binatang, namun tidak boleh di beritahukan kepada siapapun, walaupun juga anak isteri nya. Kalau berani memberi tahu tentang aji ini, Prabu Anglingdarma akan mati pula. Anglingdarma akan memperhatikan nasehat dan pesan Nagapratala. Setelah semuanya selesai, Nagaratala meminta mereka bersama memejamkan kedua matanya. Tiba tiba saja, Prabu Anglingdarma merasa terbang keangkasa dan tiba kembali di Istana Mala wapati. Sedangkan Nagaprata moksa.
Dewi Setyawati dan Prabu Anglingdarma sedang memadu cinta di kamar tidurnya. Ketika itu terdengar suara dua ekor cicak sedang bercengkerama, seperti halnya Prabu Anglingdarma.
Cicak perempuan bilang: kang, kalau kita memadu cinta sebaiknya nyontoh Prabu Anglingdarma. Mereka nampak romantis, tidak seperti kita, gini gini terus.
Cicak laki laki bilang: kalau kamu sudah tidak senang sama aku. Mbok ya ho, jadi istri Prabu Anglingdarma saja.
Kata cicak perempuan, ya tidak begitu, yang halus, dan yang mesra gitu kang, kaya Gusti Prabu Anglingdarma.
Mendengar pembicaraan kedua cicak tersebut, Prabu Anglingdarma menjadi ketawa terpingkal pingkal. Setyawati terkejut mendengar suaminya ketawa geli. Prabu Anglingdarma menceritakan, kedua cicak itu iri pada kita. Kayak kayaknya Cicak, itu iri dengan kemesraaan kita.
Dewi Setyawati menjadi marah dan sakit hati, ia merasa tidak pantas menjadi istri Prabu Angklingdarma, maklum ia gadis desa, tidak cantik, tidak bisa tata krama, seperti para priyayi Keraton Kalau Prabu Anglingdarma mengerti apa yang dikatakan cicak, mengapa isterinya tidak boleh tahu apa yang dikatakan cicak. Mendengar itu Prabu Anglingdarma tidak bisa menerangkan apa sebenarnya yang baru dialami Prabu Anglingdarma, yaitu telah menerim Aji Gineng dari Nagapratala, Aji Gineng itulah yang menjadikannya mengerti apa yang dikatakan cecak Prabu Anglingdarma minta Dewi Setyawati untuk mau mengerti, kalau dirinya masih dalam kesulitan. Dewi Setyawati minta diajari bahasa cicak, ia ingin dengar sendiri pembicaraan mereka.
Tetapi Prabu Anglingdarma tidak bisa memberikan atau mengajari bahasa cicak itu. Oleh karena alasan suaminya tidak bisa meyakinkan dirinya, maka Dewi Setyawati, lebih percaya kalau tadi benar benar mengetawakan dirinya, Ia merasa sangat malu. Akhirnya Dewi Setyawati minta pati obong saja, daripada dipermalukan oleh suami nya sendiri. Prabu Anglingdarma memanggil Batiknadrim, diminta pendapat nya, sehubungan ada permintaan dari kakaknya, Dewi Setyawati. Sudah berkali kali Batikmadrim menasehati, agar kakaknya jangan melakukan tindakan bodoh, gara gara cicak saja. Karena sudah tak bisa dicegah lagi, maka Batikmadrim pun terpaksa mengiyakan kakaknya, Dewi Setyawati, yang bersikukuh melakukan pati obong.
Karena Dewi Setyawati sudah tidak bisa dirobah pendiriannya,untuk tidak melakukan perbuatan konyol, dengan membakar diri. Maka untuk menunjukkan kecintaannya pada isterinya, Dewi Setyawati, maka Prabu Anglingdarma dengan hati rela akan melakukan seperti apa yang akan dilakukan isterinya, yaitu dengan pati obong juga. Mereka akan melakukan pati obong bersama besok pagi.
Keesokan harinya para perajurit menyiapkan tempat pati obong. Dibuatnya sebuah panggung hampir setinggi dua atau tiga kali tinggi rumah, bentuknya hampir seperti sebuah menara. Disekeliling panggung itu dihias janur kuning, untuk menyemarakkan suasana, Sementara itu Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati, telah menyiapkan diri untuk melakukan pati obong bersama sama. Api mulai menyala dan kayu-kayu bakar pun sudah mulai menyala.
Sementara itu didekat panggung pati obong, ada sepasang kambing jantan dan kambing betina.
Kambing betina yang kelihatan gelisah, meminta sesuatu kepada kambing jantan: Kakang Kambing lanang, mbok aku di ambilkan daun janur dekat Gusti Ayu Setyawati, itu di atas, dipanggung itu. Demikian pinta kambing betina.
Mendengar kata kata kambing betina, Kambing jantan menjawab: mengambilkan daun janur di atas sana!, yang benar saja, letaknya saja diatas sana, diatas panggung yang amat tinggi, bisa-bisa saja badanku, yang terbakar.
Kambing betina itu semakin merajuk: Kalau kakang tidak mau mrngambilkan daun janur itu, aku akan pati obong saja seperti Gusti Ayu Setyawati.
Kambing jantan menjadi sewot, dengan ketus dijawabnya: Kalau mau pati obong, silakan saja, tetapi aku tidak mau seperti Gusti Anglingdarma. Gampang sekali-ikut ikutan pati obong. Kalau aku tak sudi.
Api sudah meninggi, api menjilat-jilat, bagai mau mencapai langit, sedangkan Prabu Anglingdarma sedang senyum-senyum sendiri ketika mendengar pembicaraan kedua kambing itu. Melihat suaminya senyum-senyum, dan sedang terlena, Dewi Setyawati, tanpa diketahui oleh Prabu Anglngdarma, terjun dalam kobaran api yang amat besar.
Prabu Anglingdarma belum sadar juga, kalau istrinya, sudah terjun terlebih dahulu ke dalam kobaran api. Ketika tersadar dari lamunannya, Prabu Anglingdarma tinggal seorang diri, ditinggal Dewi Setyawati yang terjun mendahului Prabu Anglingdarma. Prabu Anglingdarma, mau terjun menyusul istrinya, namun api pembakaran hampir padam dan sebentar kemudia apipun padam. Prabu Anglingdarma kecewa, karena dimata rakyat ia telah mengingkari janjinya untuk pati obong bersama istrinya. Kini Prabu Anglingdarma kelihatan linglung, seperti orang yang sedang kehilangan akal.
Prabu Anglingdarma menjelma burung meliwis putih
Kijang itu mendekat kemudian menjauh, mendekat lagi kemudian akhirnya sampailah Prabu Anglingdarma tiba di Pertapaan gunung Semeru. Rupanya kijang itu berusaha mengajak Prabu Anglingdarma pergi ke pertapaan tesebut, tempat tinggal Begawan Maniksutera. Prabu Anglingdarma melihat seorang gadis cantik, di kelilingi beberapa ekor kijang. Raja terpesona melihat kecantikannya. Ingin juga ia berkenalan. Iapun menemui Begawan Maniksutera di dalam pertapaanya. Begawan Maniksutera senang sekali kalau di pertapaamya ada yang mau berkunjung. Puteri pertapa, puteri Begawan Maniksutera, bernama Dewi Setyawati menyuguhkan segelas minuman hangat dan beberapa potong kue serta buah buahan hutan. Raja minta berkenalan, dengan Dewi Setyawati. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Prabu Angling darma dan Dewi Setyawati saling jatuh hati. Cinta Prabu Anglingdarma, tidak bertepuk sebelah tangan, Cinta Prabu Anglingdarma diterima dengan sepenuh jiwa. Prabu Anglingdarma melamar Dewi Setyawati menjadi isterinya, sekaligus menjadi Permaisuri Prabu Anglingdarma. Dewi Setyawati adalah puteri kedua setelah Batikmadrim. Sesuai pesan Batikmadrim, kalau adiknya, mau menikah, calon suaminya, harus bisa mengalahkan Batikmadrim. Prabu Angling darma menerima syarat yang diberikan Batikmadrim. Prabu Anglingdarma dan Batikmadrim, kini sudah beradu kesaktian, Semula kepandaian dan kekuatan yang mereka miliki suda dikeluarkan. Namun setelah mengetahui titik lemah pertahanan Batikmadrim, dapat juga ditaklukkan oleh Prabu Anglimgdarma.
Pernikahan Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati pun berlangsung. Setelah selesai pernikahan, Prabu Anglingdarma, memboyong Dewi Setyawati ke Malawa pati. Batikmadrim diminta serta oleh Prabu Anglingdarma, untuk menjadi patih Kerajaan Malawapati. Prabu Anglingdarma dan permai surinya sangat bahagia, Mereka memadu kasih penuh rasa cinta. Begawan Maniksutera sangat berbahagia, melihat kedua anaknya, berhasil menjadi keluarga yang bahagia, dengan suami, pilihan hati puterinya sendiri.
Setelah beberapa waktu berbulan madu dengan permaisuri Dewi Setyawati. Prabu Anglingdarma pergi berburu lagi. Rupanya berburu ini menjadi kegemaran Prabu Anglingdarma sejak masih kecil. Dengan dikawal oleh beberapa perajurit gemblengan dan pilihan, Prabu Anglingdarma meminta juga Patih Batikmadrim mengantarkan nya ke Taman Sri Bagindo, sebuah taman perburuan yang diperuntukkan hanya untuk raja dan keluarga raja. Prabu Anghlingdarma yang sedang mencari buruannya, mendadak dikagetkan dengan kehadiran seekor ular naga betina, yang kelihatannya Nagagini isteri Nagapratala sedang memadu kasih dengan seekor ular tampar. Nagapratala adalah sahabat Prabu Anglingdarma. Melihat kelakuan istri sahabatnya yang melanggar susila, maka Prabu Anglingdarma memanah Ular tampar, namun panahnya juga menyerempet ekor Nagagini. Menjadikan Nagagini terkejut dan mengaduh kesakitan. Merasa di aniaya oleh Anglingdarma, Nagagini melapor kejadian itu pada suaminya, Nagapratala. Tentu ceritanya telah diubah sedemikian rupa oleh Nagagini. Nagagini melapor kalau dirinya diperkosa dan di ancam dengan senjata pusakanya, oleh Anglingdarma. Sehingga ekornya menjadi hampir putus terkena pusaka Prabu Anglingdarma. Mendengar kata kata itu, Nagapratala terbang menuju Malawa pati. Di Malaw apati penjagaan begitu ketat. Nagaratala ke heranan, mengapa ini terjadi, kalau begitu kata Nagagini mungkin ada benarnya. Tetapi mata batinnya mengatakan kalau sahabatnya, Anglingdarma tidak mungkin melakukan perbuatan seperti yang di tuduhkan istrinya. Walau dijaga sampai rangkap berapapun banyaknya penjaga, Nagapratala dengan mudah memasuki kamar tidur Prabu Angling darma tanpa diketahui oleh siapapun. Nagapratala mendengar Anglingdarma dan permaisurinya, Setyawati sedang bertukar pikir, mengenai kejadian pada pagi hari. Prabu Angling darma mengatakan, apakah kelakuan istri Nagaparatala, tadi siang yang baru dialami nya. Karena Nagagini pasti akan memutar balik kan kejadian yang sebenarnya. Namun tadi kalau Nagagini itu dibiarkan saja, berselingkuh dengan ular tampar, kita tidak akan ada masalah. Namun kasihankan, kakang Nagapratala, tidak mengetahui kelakuan istri yang sebenarnya. Perbuatan Nagagini sudah mengkhianati Kakang Nagapratala. Berani beraninya berselingkuh dengan ular tampar. Ular tampar berhasil kupanah, namun panahnya juga mengenai ekornya, pasti akan membikin marah kakang Nagapratala. Nagapratala yang mendengarkan dengan hati hati, jelas sudah istrinya yang bersalah. Nagapratala pun keluar dari kamar Prabu Anglingdarma. Diluar istana, Nagapratala memangil manggil Prabu Anglingdarma, agar keluar. Prabu Angling darma agak gugup memenuhi panggilan Nagapratala. Sedangkan Dewi Setyawati merasa cemas dan was was. Nagapratala mempersilakan Prabu Anglingdarma menaiki punggungnya. Pergilah mereka berdua kesuatu tempat dimana Prabu Anglingdarma merasa asing, Prabu Anglingdarma tidak mengenal tempat itu. Nagapratala bicara dengan Anglingdarma, sahabatnya, kalau ia berniat untuk menurun kan Aji Gineng yang dimiliki selama hidupnya, kepada Prabu Anglingdarma. Setelah itu ia akan moksa. Prabu Anglingdarma tidak mau menerima Aji Gineng, kalau setelah itu kalau Nagapratala mati. Nagapratala merasa sudah saatnya harus meninggalkan dunia ini. Prabu Anglingdarmajuga juga tidak mau menerima, kalau masalah dengan Nagagini belum dapat di selesaikan. Prabu Anglingdarma siap dihukum karena melukai ekor Nagagini. Nagapratala, lebih percaya pada Anglingdarma, karena tadi sudah mendengar pembicaraan Anglingdarma dengan isterinya, Setyawati dikamar tidurnya.
Nagapratala akhirnya menyalurkan, Aji Gineng pada Prabu Anglingdarma. Setelah Aji Gineng masuk dalam tubuh Prabu Anglingdarma, Nagapratala, berpesan agar Aji Gineng yaitu, aji yang mempunyai kesaktian dapat mengetahui semua bahasa binatang, namun tidak boleh di beritahukan kepada siapapun, walaupun juga anak isteri nya. Kalau berani memberi tahu tentang aji ini, Prabu Anglingdarma akan mati pula. Anglingdarma akan memperhatikan nasehat dan pesan Nagapratala. Setelah semuanya selesai, Nagaratala meminta mereka bersama memejamkan kedua matanya. Tiba tiba saja, Prabu Anglingdarma merasa terbang keangkasa dan tiba kembali di Istana Mala wapati. Sedangkan Nagaprata moksa.
Dewi Setyawati dan Prabu Anglingdarma sedang memadu cinta di kamar tidurnya. Ketika itu terdengar suara dua ekor cicak sedang bercengkerama, seperti halnya Prabu Anglingdarma.
Cicak perempuan bilang: kang, kalau kita memadu cinta sebaiknya nyontoh Prabu Anglingdarma. Mereka nampak romantis, tidak seperti kita, gini gini terus.
Cicak laki laki bilang: kalau kamu sudah tidak senang sama aku. Mbok ya ho, jadi istri Prabu Anglingdarma saja.
Kata cicak perempuan, ya tidak begitu, yang halus, dan yang mesra gitu kang, kaya Gusti Prabu Anglingdarma.
Mendengar pembicaraan kedua cicak tersebut, Prabu Anglingdarma menjadi ketawa terpingkal pingkal. Setyawati terkejut mendengar suaminya ketawa geli. Prabu Anglingdarma menceritakan, kedua cicak itu iri pada kita. Kayak kayaknya Cicak, itu iri dengan kemesraaan kita.
Dewi Setyawati menjadi marah dan sakit hati, ia merasa tidak pantas menjadi istri Prabu Angklingdarma, maklum ia gadis desa, tidak cantik, tidak bisa tata krama, seperti para priyayi Keraton Kalau Prabu Anglingdarma mengerti apa yang dikatakan cicak, mengapa isterinya tidak boleh tahu apa yang dikatakan cicak. Mendengar itu Prabu Anglingdarma tidak bisa menerangkan apa sebenarnya yang baru dialami Prabu Anglingdarma, yaitu telah menerim Aji Gineng dari Nagapratala, Aji Gineng itulah yang menjadikannya mengerti apa yang dikatakan cecak Prabu Anglingdarma minta Dewi Setyawati untuk mau mengerti, kalau dirinya masih dalam kesulitan. Dewi Setyawati minta diajari bahasa cicak, ia ingin dengar sendiri pembicaraan mereka.
Tetapi Prabu Anglingdarma tidak bisa memberikan atau mengajari bahasa cicak itu. Oleh karena alasan suaminya tidak bisa meyakinkan dirinya, maka Dewi Setyawati, lebih percaya kalau tadi benar benar mengetawakan dirinya, Ia merasa sangat malu. Akhirnya Dewi Setyawati minta pati obong saja, daripada dipermalukan oleh suami nya sendiri. Prabu Anglingdarma memanggil Batiknadrim, diminta pendapat nya, sehubungan ada permintaan dari kakaknya, Dewi Setyawati. Sudah berkali kali Batikmadrim menasehati, agar kakaknya jangan melakukan tindakan bodoh, gara gara cicak saja. Karena sudah tak bisa dicegah lagi, maka Batikmadrim pun terpaksa mengiyakan kakaknya, Dewi Setyawati, yang bersikukuh melakukan pati obong.
Karena Dewi Setyawati sudah tidak bisa dirobah pendiriannya,untuk tidak melakukan perbuatan konyol, dengan membakar diri. Maka untuk menunjukkan kecintaannya pada isterinya, Dewi Setyawati, maka Prabu Anglingdarma dengan hati rela akan melakukan seperti apa yang akan dilakukan isterinya, yaitu dengan pati obong juga. Mereka akan melakukan pati obong bersama besok pagi.
Keesokan harinya para perajurit menyiapkan tempat pati obong. Dibuatnya sebuah panggung hampir setinggi dua atau tiga kali tinggi rumah, bentuknya hampir seperti sebuah menara. Disekeliling panggung itu dihias janur kuning, untuk menyemarakkan suasana, Sementara itu Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati, telah menyiapkan diri untuk melakukan pati obong bersama sama. Api mulai menyala dan kayu-kayu bakar pun sudah mulai menyala.
Sementara itu didekat panggung pati obong, ada sepasang kambing jantan dan kambing betina.
Kambing betina yang kelihatan gelisah, meminta sesuatu kepada kambing jantan: Kakang Kambing lanang, mbok aku di ambilkan daun janur dekat Gusti Ayu Setyawati, itu di atas, dipanggung itu. Demikian pinta kambing betina.
Mendengar kata kata kambing betina, Kambing jantan menjawab: mengambilkan daun janur di atas sana!, yang benar saja, letaknya saja diatas sana, diatas panggung yang amat tinggi, bisa-bisa saja badanku, yang terbakar.
Kambing betina itu semakin merajuk: Kalau kakang tidak mau mrngambilkan daun janur itu, aku akan pati obong saja seperti Gusti Ayu Setyawati.
Kambing jantan menjadi sewot, dengan ketus dijawabnya: Kalau mau pati obong, silakan saja, tetapi aku tidak mau seperti Gusti Anglingdarma. Gampang sekali-ikut ikutan pati obong. Kalau aku tak sudi.
Api sudah meninggi, api menjilat-jilat, bagai mau mencapai langit, sedangkan Prabu Anglingdarma sedang senyum-senyum sendiri ketika mendengar pembicaraan kedua kambing itu. Melihat suaminya senyum-senyum, dan sedang terlena, Dewi Setyawati, tanpa diketahui oleh Prabu Anglngdarma, terjun dalam kobaran api yang amat besar.
Prabu Anglingdarma belum sadar juga, kalau istrinya, sudah terjun terlebih dahulu ke dalam kobaran api. Ketika tersadar dari lamunannya, Prabu Anglingdarma tinggal seorang diri, ditinggal Dewi Setyawati yang terjun mendahului Prabu Anglingdarma. Prabu Anglingdarma, mau terjun menyusul istrinya, namun api pembakaran hampir padam dan sebentar kemudia apipun padam. Prabu Anglingdarma kecewa, karena dimata rakyat ia telah mengingkari janjinya untuk pati obong bersama istrinya. Kini Prabu Anglingdarma kelihatan linglung, seperti orang yang sedang kehilangan akal.
Prabu Anglingdarma menjelma burung meliwis putih
Tiba tiba terdengar suara dewa, yang mengutuk Anglingdarma, Akan ngulandara kedalam hutan, dan tidak akan menemui jalan pulang, selama hukumannya belum habis. Tiba tiba ia terkejut ketika melihat semua bangunan dan kompleks Istana Mala wapati, beserta seluruh para perajuritnya, seakan akan berubah menjadi hutan belantara.
Sementara itu di Kerajaan Baka, bertahtalah raja nya yang bernama Prabu Baka yang memiliki tiga orang puteri, Widata, Widati dan Widaningsih. Prabu Anglingdarma bekum tersadar juga sejak para dewa mengutuknya. Ia kelihatan linglung. Penampilan Prabu Anglingdarma tidak mencerminkan seorang raja besar. Kalau orang yang melihat, sepertinya Prabu Anglingdarma seperti orang linglung atau bahkan seperti orang gila. Ia kemudian tertidur dibawah pohon besar. Setelah beberapa saat kemudian Prabu Anglingdarma terbangun, dan ia terkejut ketika dirinya sudah berada di tempat tidur dengan tilam dan selimutnya berlapis emas. Ia terkejut lagi ketika ia melihat tiga orang cantik berada dihadapannya. Para puteri ini sudah lama menunggu tamunya sampai tersadarkan diri, namun belum juga tersadar. Untuk mengetahui siapa sebenarnya laki laki tampan itu, maka tamunya di beri minum jampi-jampi agar tersadar dari kelinglungannya, Benarlah setelah minum, Prabu Anglingdarma telah tersadar dari linglungnya, Ia sudah bisa bertanya pada para gadis itu. Para gadis pun mengaku nama mereka masing masing. Yang sulung bernama Widata, yang penengah bernama Widati sedangkan yang bungsu bernama Widaningsih. Mereka mengharap Anglingdarma dapat menurunkan anak anaknya kepada mereka. Beberapa saat kemudian, mereka berpamitan kepada Anglingdarma, akan mencari buruan, untuk meningkat kan gairah nanti. Sepeninggal kepergian tiga orang gadis tadi, membikin penasaran Prabu Anglingdarma. Ia pun berubah menjadi seekor burung gagak. Sesampai di hutan, burung gagak melihat ketiga gadis itu sedang menyantap daging manusia. Sedangkan mereka dalam keadaan aslinya, yaitu tiga raksasa wanita yang menakutkan. Kali ini mereka tidak dalam penampilan gadis cantik tetapi berujud raksasa.
Gagak berteriak teriak minta makanan dari ketiga raksasa itu. Widata memberikan rempela, Widata memberikan hati dan Widaningsih memberikan jantung. Setelah mendapatkan ketiga makanan mereka, cepat-cepat burung gagak pulang ke Istana Prabu Baka, Ketiga makanan mereka, dimasukkan dalam tiga kotakan tempat alat-alat kecantikan mereka. Prabu Anglingdarma pura-pura masih tidur, tak lama kemudian datanglah para puteri itu. Mereka terkejut, ketika melihat peralatan kecantikannya, terdapat daging manusia yang telah diberikan pada burung gagak. Widata kemudian membangunkan Prabu Anglingdarma dengan paksa, menarik kuat kuat tangan Prabu Anglingdarma, sehingga Prabu Anglingdarma terseret jatuh dari tilam emas. Prabu Anglingdarma merasakan kesakitan. Widata menancapkan sehelai bulu burung, diatas kepala Prabu Anglingdarma. Menjadikan kepala Prabu Anglingdarma merasa teramat berat dan merasakan sakit yang luar biasa, dan berubahlah Prabu Anglingdarma menjadi seekor burung belibis. Widata menyumpahinya, bahwa Prabu Anglingdarma bisa berubah kembali menjadi manusia lagi, kalau bisa mendapatkan cinta seorang wanita, dan wanita itu mau dinikahinya. Setelah itu, Prabu Anglingdarma diusir dari istana Prabu Baka.
Sementara itu di wilayah kerajaaan Bojonegoro, terdapat suatu desa yang penduduknya belum begitu sejahtera. Disinlah tinggal satu keluarga, seorang laki laki sudah kelihatan lanjut, namanya ki Demang Kelungsur, ia tinggal bersama isteri dan anaknya. Anaknya bernama Jaka Gedug. Jaka Gedug paling malas cari kerja, ia lebih suka tinggal bersama kedua orang tuanya. Disuatu hari Jaka Gedug memasang jebakan untuk menjebak burung. Beberapa hari ini sulit mendapatkan jenis burung besar. Ketika ia melihat seekor burung masuk ke dalam jebakannya. Jaka Gedug, bersorak sorak kegirangan. Dibawa pulanglah burung belibis yang berwarna putih bersih. Sesampai dirumah, blibis itu dimasukkan kedalam kurungan. Jaka Gedug akan memeliharanya, sampai tua. Mliwis Putih merasa tenteram ditangan Jaka Gedug. Suatu hari ketika Jaka Gedug sedang diladang halaman rumah, tiba tiba saja, ada suara memanggil manggil. Setelah ditoleh, tidak satupun orang berada disekitarnya.Tiba tiba Meliwis terbang dan hinggap di pundak Jaka Gedug. Meliwis Putih membisikan bahwa dibawah pohon besar di halaman rumah belakang terdapat harta karun. Jaka Gedug terkejut dua kali, pertama terkejut karena baru tahu ada burung yang bisa tata jalma, atau bisa bicara seperti manusia, dan terkejut yang kedua, diberitahu ada harta dibawah pohon besar. Jaka Gedug segera masuk kerumah. Jaka Gedug memberitahukan kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya tidak percaya, paling Jaka Gedug mimpi karena kebanyakan tidur, sehingga mimpinya yang tidak-tidak. Akhirnya Jaka Gedug mengambil cangkul dan mencangkul tanah yang ditunjukkan Meliwis Putih. Tiba-tiba saja terdengar suara cangkul berbenturan dengan sesuatu benda, dalam tanah. Jaka Gedug segera mengambil benda itu, ternyata sebuah peti besi yang cukup besar. Setelah dibuka petinya, ternyata berisi emas berlian, ada kalung, ada cincin ada penitih, serta ratusan uang koin emas, yang jumlahnya banyak sekali. Sehingga kedua orang tuanya hampir pingsan. Jaka Gedug dan kedua orang tuanya semakin menyayangi Meliwis Putih.
Kita tinggalkan keluarga Ki Demang Kelungsur yang sedang bahagia. Kini kita beralih ke sebuah perkampungan agak pelosok, terdapatlah satu keluarga bahagia, yang laki bernama Bermana dan yang perempuan bernama Bermani. Suatu hari Bermani yang sedang hamil muda. Sedang ngidam sarang madu, Maka ia minta kepada suaminya agar Bermana mencari sarang madu dari tawon besar dihutan sana.
Sementara itu pula di pojok belakang rumah terdapat sebuah pohon cempaka yang besar dan tinggi, disitulah tinggal Genderuwo, yang sangat mencintai Bermani. Melihat Bermana telah pergi, maka Gedruwo itu segera menuju rumah Bermani. Sebelumnya ia berubah menjadi Bermana dengan menbawa sebuah sarang lebah yang amat besar. Bermani terkejut melihat Bermana yang baru saja keluar rumah, masuk rumah lagi telah pulang dengan membawa sarang madu, Bermana yang Gendruwo ini minta tidur, ia masuk kamar tidur Bermani. Bermani belum bisa menemani suaminya, ia sedang menyiapkan makan siang. Tak berapa lamanya, datang Bermana asli, membawa sarang madu. Bermani terkejut, lalu bilang, Kakang apa nglindur ya, baru ambil sarang tawon kok ambil lagi. Terkejut suami Bermani, ketika tahu ada Bremana lain, sebelum ia pulang. Ia segera memasuki kamarnya. Ia terkejut melihat seorang laki-laki tegap persis seperti dirinya, terjadi keributan, dan terjadilan perkelahian. Bermani berteriak-teriak minta tolong. Para tetangga berdatanganan, niatnya mau memisah, tetapi setelah melihat ada Bermana kembar, merekapun hanya bisa tercengang cengang saja. Mereka lapor Pak Lurah, namun Pak Lurah juga tidak bisa menyelesaikan, akhirnya Lurah membawa Bermana kembar dan Bermani sebagai saksinya, ke Istana Bojonegoro. Prabu Darmawasesa, raja Bojonegoro juga tidak bisa memutuskan perkaranya. Kemudian raja mengumumkan sayembara, barang siapa yang dapat memutus perkara Bermana kembar, akan diangkat menjadi Jaksa Negara.
Sementara itu Keluarga kelungsur, menjadi was-was. Ketika burung Mliwis Putih belum pulang ke rumah. Mereka menunggu kedatangan Meliwis Putih dengan cemas. Sore kemudian, pulanglah Meliwis putih. Mliwis Putih mengabarkan bahwa Negara sedang mengumumkan sayembara mengenai Bermana kembar. Siapa yang bisa menyelesaikan masalah itu, akan diangkat menjadi Jaksa Negara. Ki Kelungsur oleh Meliwis Putih, mau mengikuti sayembara. Ki Demang Kelungsur menolak, karena tidak mungkin bisa memutuskan. Ki Demang Kelungsur merasa menjadi orang bodoh, orang kecil yang tidak punya pengalaman. Meliwis Putih membisikkan sesuatu kepada Ki Kelungsur. Ki Kelungsur, manggut manggut, kelihatannya sudah setuju, untuk mengikuti sayaembara raja.
Keesokan harinya, Ki Demang Kelungsur diantar mbok Kelungsur dan Jaka Gedug, pergi mengikuti sayembara. Sesampai di istana, raja mempersilakan Ki Demang Kelungsur memulai sidangnya. Ki Kelungsur sebelumnya minta sebuah kendi pretala. Sebuah kendi yang lobangnya cuma sebesar jarum.
Ki Demang Kelungsur: Ki Bermana. Coba mengaku saja siapakah diantara kalian berdua, yang Bermana asli.
Bermana kedua duanya: Aku ki, Aku ki, .
Ki Demang Kelungsur: O, keduanya mengaku asli semua. Kalau begitu, disini di hadapanku ada sebuah kendi pratala. Kendi yang mempunyai lobang sebesar jarum. Untuk mengetahui siapa yang asli dan yang tidak, hanya Bermana Asli yang dapat masuk kedalam Kendi pretala.
Bermana palsu: Ya, itu pekerjaan mudah, jangankan lobangnya sebesar jarum, walaupun rapat tidak ada lobangnya, pasti aku akan masuk dengan mudah.
Bermana Asli: Saya lebih baik mati saja sekarang, daripada nanti malu. Aku tidak bisa masuk dalam kendi itu.
Ki Demang Kelungsur: Sudahlah, mari kita coba saja, siapa tahu kamu juga bisa masuk dalam kendi pretala.
Tanpa kesulitan, Bermana palsu masuk dalam kendi pratala. Setelah betul-betul salah satu diantara dua Bermana masuk kedalam kendi, cepat-cepat Ki Demang Kelungsur menutup lobangnya.
Ki Demang Kelungsur: Paduka Raja, dan Paduka Permaisuri, saksikan, ini kendi yang saya bawa, sudah ada isinya. Dan saya akan membutikan, bahwasanya Bermana yang ada didalam kendi ini, adalah yang palsu. Dan yang asli ada diluar.
Prabu Darmawasesa: Kok bisa begitu Ki Demang. Tadi ki Demang mengatakan yang bisa masuk kedalan kendi pertala. yamg asli, kenapa sekarang berubah yang masuk dalam kendi yang palsu, ki Demang.
Ki Demang Kelungsur: Ya, ini kita menghadapi jin yang menakutkan, yang berubah menjadi ki Bermana. Jin ini yang membikin geger kampung Ki Bermana.
Para hadirin, untuk meyakinkan kita, kalau yang ada dalam kendi pratala ini jin raksasa yang menakutkan dan ia bisa berubah menjadi siapa saja.
Kemudian kendi pretala ini, oleh Ki Demang Kelungsur, digoncang goncang, agar jin itu tidak berbuat jahat lagi pada manusia.
Bermana palsu yang menjadi Gendruwo, (dari dalam kendi) Ki Demang aku minta ampun, ki Demang, minta ampun, dan tidak akan berani menggoda manusia lagi juga keluarga Bermana lagi, aku minta hidup, aku minta keluar.
Kendi Pratala di lepas tutupnya, dan keluarlah jin raksasa yang menakutkan, Para hadirin berteriak ketakutan Kemudian jin itu meninggalkan tempat sidang kembali kerumahnya. Prabu Darmawisesa merasa puas dan mengangkat Ki Demang Kelungsur menjadi Jaksa Negara, dengan gelar Reksanegara. Bermana Asli tersenyum bahagia dan memeluk istrinya.
Meliwis Putih dan Dewi Srenggana
Dewi Srenggana, ada pula yang menyebut dengan nama Dewi Ambarawati, adalah puteri Prabu Darmawasesa, raja agung Kerajaan Bojonegoro. Dewi Srenggana, puteri Prabu Darmawasesa yang berparas cantik. Namun sampai sekarang belum ada juga seorang pemudapun datang untuk berkenalan apalagi mau melamarnya. Pada suatu hari ketika Dewi Srenggana di taman, ada seekor belibis hinggap dekat Dewi Srenggana. Dewi Srenggana mau menangkapnya. Namun burung belibis itu senang sekali menggodanya. sebentar terbang sebentar mendekat. Akhirnya ketika Dewi Srenggana memanggilnya, burung belibis itu hinggap di pundak Dewi Srenggana. Dewi Srenggana terkejut ketika burung belibis itu bisa berkata kata. Dewi Srenggana senang hatinya. Kemudian Dewi Srenggana membawa burung belibis itu kedalam keputren. Beberapa hari tinggal di taman Bojonegoro, hubungan Dewi Srenggana dengan Meliwis Putih semakin erat. Sehingga terjalin rasa cinta, namum Dewi Srenggana merasa kecewa, mengapa ada perasaan cinta dengan burung, kok tidak dengan seorang manusia. Mendengar keluh kesah Dewi Srenggana, akhirnya
Meliwis Putih bertanya: andaikata aku ini bisa berubah menjadi orang apa Dewi Srenggana mau menerima cintanya.
Dewi Srenggana sambil tersenyum malu, mengiyakan kata burung Meliwis Putih.
Apakah Dewi Srenggana mencintaiku, bertanya lagi Meliwis Putih, untuk lebih meyakinkan. Dewi Srenggana menyatakan cintanya pada Meliwis Putih.
Akhirnya Mliwis Putih meminta agar jambul diatas kepalanya dicabut. Dewi Srenggana pun mencabut jambul itu dari kepala Meliwis Putih.
Dewi Srenggana terkejut ketika melihat tubuh Meliwis putih menjadi bersinar sinar. Sedikit demi sedikit berubah menjadi seorang pemuda yang tampan yang berpakaian putih seperti Brahmana. Dewi Srengana bertanya, siapakah Brahmana sesungguh nya. Prabu Anglingdarma memberikan pengakuannya. Bahwa ia sebenar nya Raja Malawapati yang dikutuk oleh puteri Prabu Baka. Namun kini sudah terbebas dari kutukan mereka. Dewi Srenggana merasa bahagia bisa bertemu Prabu Anglingdarma, dan menjadi kekasihnya pula.
Ayahanda Dewi Srenggana merasa curiga, karena sejak Puterinya memiliki binatang peliharaan seekor belibis, sekarang puterinya sering mengurung dirinya di kamar. Untuk mengetahui apa yang terajdi dengan Dewi Srenggana, maka ia berkunjung ke kamar puterinya. Pada waktu Sri Baginda dan Permaisuri mendekat pintu kamar puteri terdengar ada suara laki laki didalamnya. Didengarnya pembicaraan mereka, kelihatannya puterinya sedang saling memadu kasih dengan seorang laki laki. Prabu Darmawasesa, minta agar puterinya membukakan pintu.
Setelah pintu dibuka, Prabu Darmawasesa mencari laki laki yang suaranya terdengar di luar, Prabu Darmawasesa dan Permaisuri hanya menjumpai seekor belibis. Prabu Darmawasesa tahu kalau burung meliwis putih bukan sembarang burung, ia pasti burung sakti, atau burung jelmaan manusia yang sakti. Untuk meyakinkan dirinya, Prabu Darmawasesa, mencari seorang pemuda yang sakti untuk bisa membongkar rahasia burung Mliwis Putuh.
Seorang perajurit kepercayaan mencari seorang pemuda yang sakti. Setelah mendapatkan seorang pemuda sakti, yang tak lain Patih Batikmadrim, maka oleh Prabu Darmawasesa, diperintahkannya Batikmadrim, untuk menangkap pencuri dalam kamar puterinya. Patih Batikmadrim segera minta agar maling julig yang ada di kamar bisa keluar. Prabu Anglingdarma yang mendengar ribut ribut diluar, segera masuk dalam giwang Dewi Srenggana. Patih Batikmadrim. berharap dapat menikahi Dewi Srenggana, maka dengan sekuat tenaga berusaha menangkap maling itu. Patih Batikmadrim masuk kamar Dewi Srenggana, ia mencari pencuri, Namun dalam kamar tidak ada seorang pun laki laki.
Patih Batikmadrim melihat giwang Dewi Srenggana, kelihatan bersinar sinar yang mencurigakan. Dimintanya giwang itu oleh Batikmadrim. Dewi Srenggana tidak mau memberikannya. Patih Batikmadrim memaksanya, Prabu Anglingdarma berbisik, agar giwangnya diberikan pada Patih Batikmadrim, tetapi dengan dibanting dihadapan Patih Batikmadrim, agar Prabu Anglingdarma bisa keluar dari giwang pindah ke cincin. Giwang yamg dibantingkan dihadapan Patih Batikmadrim, segera diambil, ternyata giwang itu kosong. Patih Batimadrim minta cincin Dewi Srenggana, dan sama seperti giwang tadi, dibanting dan Prabu Anglingdarma selalu berpindah pindah tempat. Terakhir Prabu Anglingdarma, keluar dari kamar Dewi Srenggana dalam bentuk burung belibis. Diluar terjadi perkelahian yang amat sengit. Patih Batikmadrim berubah menjadi api yang membara, Prabu Anglingdarma, menjadi hujan, sehingga api pun bisa dipadamkan, demikianlah mereka memamerkan kekuatannya, yang satu jadi harimau, yang satunya jadi ular naga. Sehingga orang yang melihat menjadi terkagum kagum. Setelah beberapa saat kemudian, perkelahianpun terhenti, Patih Batikmadrim tergeletak tidak berdaya. Patih Batikmadrim segera ditolong Prabu Anglingdarma. Patih Batikmadrim minta maaf, karena ia tidak mengetahui sebelumnya. Setelah terbuka rahasia Meliwis Putih adalah Prabu Anglingdarma, maka Prabu Anglingdarma sekaligus melamar Dewi Srenggana. Prabu Darmawasesa merasa senang sekali mempunyai calon menantu seorang raja agung, juga tampan dan sakti mandraguna. Prabu Darmawasesa, merestui hubungan mereka, dan sekaligus menikahkannya. Semua merasa bahagia kecuali Batikmadrim tentunya.
Patih Batikmadrim kemudian mengatakan, bahwa kedatangannya ke Bojonegoro adalah untuk mencari keberadaan Prabu Anglingdarma dan ia akan menjemputnya. Namun Prabu Anglingdarma meminta Patih Batikmadrim pulamg terlebih dulu ke Malawapati. Prabu Anglingdarma mau melanjutkan hukumannya.
Prabu Anglingdarma dan Dewi Trusilawati
Patih Batikmadim pun mengikuti perintah ratu gustinya, kembali ke Malawapati. Patih Batikmadrim, merasa kecewa pada prabu Anglingdarma, pertama, tega membiarkan kakaknya pati obong, yang kedua sebenarnya, Dewi Srenggana, adalah pujaan hatinya, namun sekarang sudah menjadi milik Anglingdarma. Patih Batikmadrim berencana mau menuju kerajaan Kartanegara, yang terkabarkan, Prabu Basunanda, mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat mengobati puteri nya, Dewi Trusilawati yang menderita penyakit gagu, akan dijodohkan dengannya. Sementara itu kabar adanya sayembara itu telah tersebar luas. Temasuk Prabu Anglingdarma. Prabu Anglingdarma berangkat juga ke Kartanegara.
Setiba di Istana Kertanegara, Prabu Anglingdarma diterima oleh Prabu Basunanda sendiri. Prabu Basunanda mempersilakan Prabu Anglingdarma memasuki taman keputren Istana Kartanegara, untuk menyembuhkan Dewi Trusilawati. Setelah melihat keadaan Dewi Trusilawati, tanpa menunggu waktu lama lagi. Prabu Anglindarama yang berpakaian Brahmana, mengalungkan selendang pusaka. Benar juga, raja jin berteriak merasa kepanasan dan tidak kuat lagi tinggal dalam tubuh Dewi Trusilawati. Kini Dewi Truslawati telah tersadarkan. Dewi Trusilawati senang Prabu Anglingdarma yang dapat memenangkan sayembara. Tidak lama kemudian Patih Batikmadrim datang. Batikmadrim sangat kecewa. Karena untuk kedua kalinya, datang terlambat, sehingga gadis pujaannya, Dewi Trusilawati juga menjadi istri Prabu Anglingdarma, Batikmadrim minta agar Prabu Anglingdarma segera kembali ke Malawapati. Karena hukuman Prabu Anglingdarma sudah habis. Prabu Anglingdarma akhirnya mengikuti Batikmadrim dan sekalian mengajak Dewi Trusilawati untuk pulang ke Malawapati. Setelah berpamitan dengan Prabu Basunanda dan Ibu Permaisuri, berangkatlah mereka.
Prabu Anglingdarma berjalan didepan bersama Dewi Trusilawati, yang begitu nampak mesra. Sementara Batikmadrim di belakang ia melihat mereka berdua dengan hati yang panas. Setelah berjalan jauh melewati hutan dan tanah-tanah gersang, menjadikan mereka kehausan. Terlebih-lebih Dewi Trusilawati merasakan kehausan yang sangat dan kepenatan yang luar biasa. Mereka beristirahat, Prabu Anglingdarma mencari air diluar. Demikian pula Batikmadrim mencari air, namun mereka tak menemukan air. Tiba-tiba mereka melihat pohon siwalan yang berbuah lebat. Dewi Trusilawati meminta Prabu Anglingdarma mengambilkannya barang satu butir.Prabu Anglingdarma melihat sekeliling barangkali ada sesuatu yang bisa digunakan untuk memetik buah siwalan. Prabu Anglingdarma menemukan bangkai seekor merak. Sukma Prabu Anglingdarma segera memasuki raga merak yang hampir membusuk, Melayanglah Merak mengambilkan buah siwalan. Ketika raga Prabu Anglingdarma, dalam kondisi kosong, tiba tiba saja Patih Batikmadrim mempunyai niat jahat. Segera memasuki raga Prabu Anglingdama. Ketika merak membawa buah siwalan, terlihat raga Prabu Anglingdarma telah kemasukan sukma orang lain Ketika memeriksa raga Batikmadrim juga kosong, maka tahulah ia, kalau yang memasuki raganya adalah Batikmadrim. Prabu Anglingdarma akan memasuki raga Batikmadrim, namun raga Batikmadrim telah dipasang jebakan siapa masuk tidak bisa keluar lagi. Rupanya Batikmadrim telah menyiapkan segala sesuatunya, agar sukma Prabu Anglingdarma tinggal diraga Batikmadrim untuk selama lamanya, Sedang sukma Batikmadrim yang tinggal di raga Prabu Anglingdama, juga berencana akan memakai selamanya. Ia akan membalas dendam dengan melakukan segala tindakan yang tidak terpuji, yaitu akan menguasai istri istrinya dan juga menguasai kerajaannya. yaitu Malawapati. Prabu Anglingdarma tidak mau menggunakan raga Batikmadim. Prabu Anglingdarma palsu memecahkan beberapa buah siwalan, Dewi Trusilawati merasa segar, dahaga nya pun sudah hilang. Perabu Anglingdarma palsu akan membawa pulang Trusilawati ke Malawapati. Prabu Anglingdarma secara diam-diam terbang mengiuti kepergian Batikmadrim dan Dewi Trusilawati. Prabu Anglingdarma palsu, berubah pikiran. Ia tidak jadi ke Malawapati. Ia mengantarkan pulang Dewi Trusilawati ke Istana Kertanegara, sedangkan Prabu Anglingdarma palsu kini kelihatannya akan menuju Istana Bojonegoro. Melihat itu, merak segera pergi terbang ketempat Dewi Srenggana dan mencaritakan apa yang baru terjadi. Dewi Srengggana menangisi nasib Prabu Anglingdarma. Merak berpesan, agar Dewi Srenggana jangan melayani Prabu Anglingdarma, karena ia palsu. Kalau sudah sampai ke taman, mintalah adon-adon, yaitu adu binatang, yaitu seekor kambing bisa mengalahkan harimau. Setelah berpesan banyak, pergilah merak ke alun alun Bojonegoro. Sementara itu Prabu Anglingdarma palsu telah tiba di Istana Prabu Darmawasesa. Meminta agar perajurit berjaga-jaga, karena Bojonegoro akan mendapat serangan dari Kerajaan luar. Sedangkan mata-mata musuh berwujud seekor burung merak. Prabu Darmawasesa memerintahkan juru panah yang terbaik untuk memanah burung tersebut. Sebentar kemudian didapat kabar, perajurit Bojonegara berhasil memanah seekor merak yang bertengger di ringin kurung. Dari Istana Prabu Darmawasesa, Prabu Anglingdarma menuju Keputren Bojonegoro, tempat Dewi Srenggana tinggal. Dewi Srenggana tidak mau menerima kedatangan Prabu Anglingdarma, dengan alasan Prabu Anglingdarma sudah terlalu lama tak pernah menjumpai Dewi Srenggana. Juga sangat kecewa, keepergian yang lama hanya untuk mendapatkan Puteri Kertanegara, Dewi Trusilawati, yang menjadikan ia menjadi di madu, oleh Prabu Anglingdarma. Agar Dewi Srenggana mau menerima kehadiran kembali Prabu Anglingdarma di hati Dewi Srenggana. Dewi Srenggana minta diadakan adon-adon, seekor kambing bisa mengalahkan seekor harimau yang kelaparan. Permintaan Dewi Srenggana segera dipenuhi oleh Prabu Anglingdarma palsu. Penolakan yang dilakukan pada dirinya berkali kali oleh Dewi Srenggana, menjadikan Prabu Anglingdarma sakit hatinya. Untuk mengalihkan sakit hatinya, ia mengaajak beberapa orang pasukannya untuk minum-minum tuak dan beberapa botol minuman keras. Para Perajurit melihat ratu gustinya bertindak yang aneh-aneh, menjadikan para prajuritnya bertanya tanya.
Di alun-alun Bojonegoro inilah adon adon diadakan. Panggung yang agak tinggi telah dibuat, agar rakyat Bojonegoro bisa melihat dari segala penjuru alun alun. Adon adon pun dimulai, seekor macan diatas panggung dengan diikat sebuah rantai, demi untuk keselamatan para penonton, sedang menanti seekor kambing. Harimau berusaha menerkam kambing itu dan akan dimakannya, namun kambing segera berkelit, dengan dua tiga tendangan, robohlah harimau. Kambing segera dibawa petugas, sedangkan harimau dibawa kembali ke kerangkengnya. Sementara itu Dewi Srenggana menunggu kabar di taman keputren Istana Bojone goro. Dewi Srenggana menerima kehadiran sukma Prabu Anglingdarma, yang sebelumnya berujud merak, kini dalam wujud seekor burung ciplukan. Burung Ciplukan memberitahu, bahwa Batikmadrim berhasil memenangkan kambing melawan harimau. Burung Ciplukan berpesan, agar kambing yang memenangkan adon adon tadi siang, disuruh mengambilkan bunga kantil.
Betul juga, tak lama kemudian datanglah Prabu Anglingdarma palsu di taman. Dewi Srenggana tidak mau menyambut kedatangan Prabu Anglingdarma palsu. Dewi Srenggana meminta agar kambing yang memenangkan adon adon supaya bisa memanjat pohon kantil dan mengambilkan beberapa bunganya. Tanpa sungkan Prabu Anglingdarma palsu menyanggupi permintaan Dewi Srenggana. Prabu Anglingdarma palsu, menghela napas dan lepaslah sukma Batikmadrim dari raga Prabu Anglingdarma, dan masuk dalam raga kambing. Melihat sukma Batikmadrim sudah keluar dari raga Prabu Anglingdarma, cepat-cepat burung ciplukan memasuki raga Prabu Angling darma. Kini sukma Prabu Anglingdarma Asli telah menghuni kembali kedalam raganya, yang setelah lama raganya dipakai Batikmadrim.
Prabu Anglingdarma, sangat tidak suka, ia tidak tahu apa yang dilakukan Batikmadrim pada tubuhnya, juga di dalam tubuhnya terasa terbakar, karena di dalam tubuhnya mengalir air tuak dan minuman keras, rupanya Batikmadrim seorang peminum. Dengan kesaktiannya, Prabu Anglingdarma berhasil memuntahkan air tuak dan minuman keras dari dalam tubuhnya. Prabu Anglingdarma juga memperkirakan Batikmadrim membawa tubuhnya, ketempat tempat kotor, untuk menghilangkan bekas bekas yang ditinggalkan Batikmadrim pada tubuhnya. Prabu Anglingdarma berniat menyucikan dirinya dengan pergi bertapa.
Sementara itu, kambing yang memanjat pohon kantil, melihat raga Prabu Angling Darma yang sudah lama ia pakai, kini telah terisi kembali oleh sukma Prabu Angling darma asli. Kambing yang berisi sukma Batikmadrim, segera turun Kambing Batikmadrim memohon ampun kepada Prabu Anglingdarma. Prabu Anglngdarma mengatakan bahwa ia sudah lama memaafkannya dan mengingatkan agar Kambing Batikmadrim segera mencari raganya yang dahulu ditinggalkan. Prabu Anglingdarma tidak bisa menjamin keberadaan raga Batikmadrim, karena peristiwa itu sudah terjadi agak lama.
Dengan penuh rasa penyesalan, Batikmadrim dengan wujud seekor kambing berusaha menemukan raganya Disepanjang perjalanan mencari raganya. Kambing Batikmadrim menangisi nasibnya. Prabu Anglingdarma kini merasa sangat berbahagia dengan kelahiran putera pertamanya laki-laki dari Dewi Srenggana, yang diberi nama Anglingkusuma. Sedang kan dari Dewi Trusilawati, Prabu Anglingdarma mendapatkan seorang putera laki laki pula, yang diberi nama Danurwenda Angling Darma.
0 komentar:
Post a Comment