Kisah Cerita Seorang Pemburu, Merpati dan Seekor Tikus

Di tepi sungai Godawari terdapatlah sebatang pohon kapas sutera yang sangat besar. Burung-burung dari berbagai daerah datang ke sana dan tidur di pohon itu. Satu ketika, saat malam hampir berakhir dan rembulan – dewa malam – tepat berada di atas pegunungan sebelah barat, seekor burung Gagak yang bernama Laghupatanaka, yang kebetulan terjaga, melihat seorang pemburu mendekat seperti Dewa Maut yang kedua. Melihat itu, dia berpikir,” Bagaimana bisa di pagi-pagi buta saya melihat kejahatan! Entah firasat apa ini.” Berkata demikian sambil penasaran, ia mengikuti arah pemburu ini.

Selanjutnya pemburu itu menebarkan beras, membuka perangkapnya dan bersembunyi. Saat itu juga raja dari burung merpati, yang bernama Chitragreeva yang sedang hilir mudik di angkasa dengan para pengawalnya, melihat tebaran beras itu. Sang raja berkata pada merpati yang lain yang tergoda oleh tebaran beras itu,” Bagaimana mungkin ada beras bertebaran di hutan yang tak berpenduduk ini? Pikirkanlah lagi baik-baik.saya tidak melihat kebaikan dari semua ini. Bisa jadi, hanya karena keserakahan akan beras-beras ini, kita akan bernasib sama seperti pelancong itu.”

“Bagaimana bisa begitu?” tanya para merpati.

Ia pun bercerita: Pada suatu ketika, saat berkelana di hutan sebelah selatan, aku melihat macan yang sudah tua, setelah mandi, memegang rumput Kusha di tangannya di tepi sebuah danau. Ia berkata,”Wahai pelancong! Ambillah gelang emas ini.”
Pelancong yang sudah dikuasai oleh ketamakan berpikir,” Ini terjadi karena nasib baikku. Tapi aku tidak akan mencoba apapun yang membuatku dalam bahaya.”

“Karena itu biarlah aku meyakinkannya lagi.” Ia bertanya dengan suara keras,” Di manakah gelang itu?” Pelancong berkata,” Bagaimana aku bisa percaya pada binatang pemangsa seperti kau?”

Sang macan menjawab,” Dengarlah, wahai pelancong! Saat muda, aku memang jahat. Sekarang, karena telah banyak membunuh sapi dan manusia, aku kehilangan anak dan istriku. Aku sekarang tidak berniat apa-apa. Suatu hari ada seorang pendeta yang menasihatiku untuk melakukan sedekah dan berbuat baik. Sesuai dengan nasihat itu, aku bersedekah setelah selesai mandi. Aku sudah sangat tua hingga cakar dan gigiku sudah tanggal. Apakah sekarang aku masih tidak bisa dipercaya?

”Sekarang ini aku telah terbebas dari keserakahan, bahwa aku ingin memberikan gelang emas yang ada di tanganku ini pada seseorang. Akan tetapi pendapat umum,’Macan selalu makan manusia’, sangat susah untuk diabaikan.

“Aku juga mempelajari kitab suci.

“Engkau sangat membutuhkan, jadi aku ingin memberikannya padamu.”

“Jadi mandilah di danau ini dan ambillah gelang ini.”

Selang beberapa lama, dengan keyakinan pada kata-kata manis itu, sang pelancong masuk ke danau untuk mandi, lalu ia terjebak ke lumpur yang dalam dan tidak bisa membebaskan dirinya.
Melihat ia terjebak di lumpur yang dalam, sang macan berkata,” Wahai pelancong! Engkau terperangkap dalam lumpur. Aku akan menyelamatkanmu.”
Setelah demikian, sang macan mendekatinya perlahan. Dipegang oleh macan, Pelancong itu berpikir:

"Ia telah belajar, kitab suci dan Veda. Bukanlah alasan untuk mempercayai orang jahat. Karakter selalu berperan penting dalam segala hal, seperti secara alami, air susu sapi terasa manis

“Aku telah salah mempercayai pembunuh ini.”

Sembari berpikir demikian, ia dibunuh dan dimakan oleh sang macan.

“Karena itu aku katakan,” lanjut Chitragreeva,” karena keserakahan akan gelang emas, dan lain-lain, tidak ada pekerjaan yang dilakukan tanpa pertimbangan yang matang.”

Mendengar itu, salah satu burung merpati berkata,” Ah, mengapa semuanya ‘seperti dikatakan’?”

"Nasihat orang tua harus dipatuhi. Hanya pada saat bencana datang. Tapi dengan mendengarkannya terus menerus. Orang tidak akan bisa memulai makan

Mendengar itu, semua merpati terbang merendah.

Selang beberapa lama, semua merpati terjerat dalam perangkap. Pada saat demikian mereka mulai menyalahkan ia yang nasihatnya mereka ikuti.

Mendengar gugatan itu, Chitragreeva berkata,” Ini bukan kesalahannya.”

“Pada saat bencana menimpa, memanas-manasi adalah tanda dari kepengecutan. Karena itu dengan kesabaran, mari kita pikirkan jalan keluarnya.”

“Dalam masalah ini mari kita selesaikan seperti ini. Mari kita bersatu dan terbang bawa jaring yang menjerat kita ini.”

Berpikir demikian, semua burung memegang jaring dengan kuat dan terbang. Ketika pemburu melihat mereka terbang sambil membawa jaringnya, ia berlari mengejar mereka dan berpikir:

Bersama-sama burung itu membawa pergi jaringku. Tapi saat mereka hinggap, Mereka ada dalam kekuasaanku.

Akan tetapi ketika burung-burung itu terbang sangat jauh dan tidak terlihat lagi oleh pemburu, ia pun berbalik. Melihat sang pemburu pergi, para merpati berkata,”Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Chitragreeva berkata: Ibu, sahabat dan ayah, Ketiganya ini dapat disatukan dengan baik secara alami. Yang lainnya dapat disatukan. Karena alasan tertentu

“Jadi sekarang teman kita Hiranyaka, si Raja Tikus yang tinggal di tepi sungai Gandaki akan menggigit putus ikatan kita.” Berpikir demikian, mereka terbang ke kediaman Hiranyaka. Hiranyaka, kerena rasa takut akan marabahaya, membuat ratusan lubang menuju sarangnya. Merasa terancam dengan keriuhan suara burung merpati, ia diam tak berani bersuara. Chitragreeva berkata,” Sahabatku Hiranyaka, tak maukah kau bicara pada kami?

Hiranyaka mengenali suaranya, bergegas keluar dan berkata,” Oh, aku beruntung! Sahabatku Chitragreeva telah datang padaku.”

Tetapi melihat mereka terjebak dalam jaring perangkap, ia terdiam sejenak karena terkejut lalu berkata,” Sahabatku, ada apa ini?” Chitragreeva berkata,” Sahabat! Apalagi kalau bukan hasil dari perbuatan buruk kami di kelahiran terdahulu.” Tetapi melihat mereka terjebak dalam jaring perangkap, ia terdiam sejenak karena terkejut lalu berkata,” Sahabatku, ada apa ini?” Chitragreeva berkata,” Sahabat! Apalagi kalau bukan hasil dari perbuatan buruk kami di kelahiran terdahulu.”

Mendengar hal itu, Hiranyaka bergegas mendekat dan menggigit jeratan dari Chitragreeva.
Melihat itu, Chitragreeva berkata,” Sahabatku, bukan begitu caranya. Pertama-tama, gigitlah jeratan pengikutku kemudian barulah ikatanku.”
Hiranyaka berkata,” Aku tidak cukup kuat dan gigi-gigiku juga rapuh. Bagaimana aku bisa melepas semua jeratan ini? Selama gigiku belum patah aku akan menggigit jeratan mereka juga.”
Chitragreeva berkata,” Baiklah, tapi pertama-tama gigitlah jeratan mereka sekuat tenagamu.”
Hiranyaka berkata,” Perlindungan terhadap pengikut lewat pengorbanan jiwa, tidaklah diakui oleh mereka yang fasih dalam tata susila.”

Chitragreeva berkata,”Sahabat, engkau benar adanya. Tetapi aku tidak kuasa melihat kesedihan pengikut-pengikutku. Jadi aku berkata seperti itu.

”Juga, ada satu alasan khusus.” Bagiku kebaikan, kekayaan dan kecakapan adalah sama. Katakan padaku, kapan dan apakah hasilnya, Jika aku memuliakan mereka?

Ketika Hiranyaka mendengar ini, ia sangat bahagia, bulu romanya berdiri dan ia berkata,” Hebat, sahabatku! Luar biasa! Dengan kasih terhadap pengikutmu, pemujaan dari tiga dunia pantas untukmu.”
Setelah berkata demikian ia menggigit ikatan semuanya.
Hiranyaka memberi hormat pada semuanya dan berkata,” Sahabat-sahabat Chitragreeva, hendaknya kalian tidak berpikir bahwa kalian terperangkap dalam jaring ini adalah akibat kesalahan kalian.”

Setelah mendapat pengetahuan seperti itu, Hiranyaka memperlakukannya dengan penuh hormat, memeluknya dan mengantarkannya pergi. Selanjutnya Chitragreeva pergi ke negerinya bersama kelompoknya. Hiranyaka pun kembali ke lubangnya. Sumber: http://www.chandiramani.com

Posted by Wasiwa
Wasiwa Updated at: January 26, 2014

0 komentar:

Post a Comment